Thursday, April 16, 2009

memento mori!

dipertengahan bulan ke-4 tahun 2009 langit biru terhampar dengan sedikit awan berarak. mentari segar bersinar. namun di sela itu semua, rintikan air jatuh menyirami bumi. gerimis bersepakat membasahi tanah kering dan tak mau kalah bersaing dengan deraian air mata sekumpulan orang berpakaian hitam-hitam di pesisir pantai jawa bagian tengah itu. setelah 31 tahun, bayi putih menggemaskan yang berpose telanjang tengkurep di meja kecil itu kini memilih menjadi abu yang tersimpan dalam guci perak antik. seorang ibu tua nampak sembab dengan linangan air mata perlahan mengangkat guci perak itu dan membuka tutupnya kemudian meyebar abu dalam guci perak itu ke dalam pecahan ombak diantara gelombang air pantai yang bergemuruh. satu laki-laki tua di sebelah kiri ibu tua itu hanya terdiam sedikit terisak dan mengelap cairan yang keluar dari lubang hidungnya. wanita setengah baya yang menggandeng anak kecil berumur 6 tahun di sebelah kanan ibu tua itu nampak tenang dan raut senyum pasrah tergaris di wajahnya. berjejer juga 3 laki-laki lainnya yang menatap itu semua dengan kuat dan tabah memandang ombak yang datang bergulung-gulung sampai membasahi celana mereka. di belakang jejeran itu juga tampak beberapa manusia dengan wajah datar hadir menyaksikan kepergian abu di lepas pantai itu. tak banyak yang hadir, tak seramai resepsi pernikahan yang dibayangkan, sedikit memori yang terkenang, sangat banyak yang terlupakan.

berawal dari apa dan bagaimana, jelas yang terjadi memang serba mendadak. mendadak di tengah perjalanan saya memotret alam lukisan Pencipta, saya merasakan bumi berputar-putar. seketika tak kuasa tangan ini menggenggam alat potret yang tak sampai 1 kilo beratnya. lemas dan keringat dingin menjalar di tubuh saya. yang terasa hanya saya terantuk tanah berkerikil. mendadak pula saya berada di kamar yang serba putih. dinding bercat putih, ranjang dengan sprei putih selimut pun putih tanpa garisan hitam, meja berkayu putih dengan taplak rajutan putih berisi 3 buah jeruk dan 2 apel. lantai pun beralas keramik putih mengkilat. mendadak banyak orang berkerumun di sekitar saya, menanyakan kabar saya,menanayakan apa yang saya rasakan, menayakan apa yang telah saya alami hingga sampai seperti ini. mendadak bumi kembali berputar-putar mengocok isi perut saya hingga ingin muntah dibuatnya. mendadak saya berkelejatan. mendadak dokter berseragam putih memegang-megang saya. mendadak saya pun hilang kesadaran.

dalam kesadaran saya hilang kesadaran itu, saya melihat diri saya. saya yang masih kecil dalam gandengan tangan emak menarik saya dari gonggongan bulldog di tengah perjalanan mengantar saya ke kelas taman kanak-kanak. bermain dan becanda saling memukul dan berkejaran. sungguh kelas mungil yang menyenangkan. tak jauh dari kelas mungil itu, seketik asaya melihat diri saya berseragam merah putih berdiri di tengah lapangan dengan teriknya panas sambil menyanyikan lagu kebangsaan menatap bendera. sempat di usir keluar kelas karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru, mendapat kado buku tulis dari teman, puas diberi uang saku 50 perak, senang dapat tahu isi gratis dari pelatihan dokter kecil, ikut jurit malam dan sempat dimarahin kakak pembina pramuka, masak sayur asam yang keaseman di kelas keterampilan, main lompat tali karet di lantai dua hingga sepatu saya terlepas dan terbang bebas ke lantai satu. di penghujung tahun ke enam pertama kalinya di gudang sebelah toilet sekolah itu mendengar cerita teman soal "masuk ke lubang", dengan otak yang setengah isi ini mencoba memahami maksudnya "lubang" itu apa? hanya berjalan kaki 10 menitan dari masa 6 tahun itu saya mendapati diri saya berdasi kupu-kupu warna biru juga dengan rok biru. rasanya tubuh kecil saya waktu itu habis termakan gak jelas di perjalanan sepanjang 1,5 jam-an dengan naik bis umum. karena waktu itu kediaman saya digusur dan saya harus menerima kenyataan dapat rumah yang lokasinya sangat jauh dari sekolah. di masa itu saya senang mempunyai banyak teman nakal dan aktif, namun saya hanya bisa diam tersenyum memandang mereka. di seragam selanjutnya dan waktu berikutnya, sekuel-sekuel yang saya lihat agak kabur gambarnya, sedikit terlihat saya melihat diri saya mencuri pandang ke arah cowok yang duduk di samping. agak blaur terlihat diri saya beramai-ramai maen ke berbagai pusat pertokoan, makan bareng di warung siap saji, beli pernak-pernik dan memburu baju diskonan. dengan gambar patah-patah sedikit hampir kabanyakan yang terlihat saya mendapati diri saya di jalanan, di rumah teman, di halte, di mall, ada beberapa adegan saya mendapati diri saya memakai rok beribadah. entah kenapa di masa itu saya mendapati diri saya tidak secara utuh.

katakanlah dunia berputar, waktu terus berlalu, roda menggelinding, musim silih berganti. di tengah kesadaran saya hilang kesadaran. saya loncat dari satu babak ke babak lain kehidupan diri saya yang pernah saya lewati. tangis, tawa, haru, sesal, sedih, lega, bangga,senang, sial, malu, ... kembali menyaksikan semua itu, dengan kepala setengah isi ini saya rasakan hanya kepedihan di tengah senyuman. rasanya ada sesuatu yang kurang yang seharusnya saya lakukan, rasanya ada bagian yang saya harus andil di dalamnya, hanya saja masih belum sempat. rasanya masih ada sesal yang harus direlakan. rasanya tak ingin ada yang terpendam. dengan begitu banyak rasa yang saya inginkan, hingga tak sempat lagi sang waktu menunggu. akhirnya di tengah kesadaran saya hilang kesadaran,saya merasakan wajah saya tertutup kain putih dan isak tangis sekeliling memecah sunyi. hingga di tengah kesadaran saya hilang kesadaran, saya merasakan panas api dan kering menyentuh tubuh saya dan meleburkan saya didalamnya.

sampai saat inilah di tengah kesadaran saya hilang kesadaran, saya terhempas dari guci perak dan melayang-layang bersama udara dan mengambang digelombang lautan dan ikut menguap kembali lagi bersatu bersama udara. terbang bebas sampai ke awan-awan dan menyapa langit, dan ingin duduk disebelah kanan-Nya. tapi tunggu... sungguh waktu yang saya lewati selama 31 tahun saya rasa masih belum. saya tak ingin semua cepat berlalu tanpa saya memetik hikmah dan menulari sesuatu yang positif di sekitar dan mengembalikan semua keberadaan diri saya dengan penuh ucapan syukur hanya untuk menyenangkan dan semakin dekat pada-Nya.

apakah disebut terlambat atau tidak; sesal
kemudian atau tidak, nyata-nyata di warta gereja lokal tertulis berita lelayu; Rest In Pain (RIP) seorang perempuan 31 tahun merindu waktu; senin pahing 16 april 1978-kamis wage 16 april 2009.

ps. sugeng tanggap warsa for my self... betapa aku takut 'mati' dan ingin hidup 'sehat'.

Foto: mbak wiwit yang pake rok, mas inu yang meringis, mas dadang yang nyengir, dan si botak aku yang pose telanjang tengkurep. sorry yud lu gak ada, lu belum lahir siy...

3 comments:

Om Ibel said...

Happy belated birthday Len. Sepanjang april pertengahan aku penasaran, ada yang ultah tapi lupa siapa; ternyata itu kamu.

Hei ... jauh banget ngayalnya ampe ke 'pantai duka' ... hihiks. Sini aja dulu Len, seneng-seneng ...

Len said...

hihihi.. tx bgt ya om... :)
btw kenyataannya aku hidup di dunia khayal om.. :D

mydesiree-cantiqqqk said...

Hahahaha...gak nyangka bisa melihat lo dalam keadaan bugil.
Perlu di updated ke Mr.Godot nih..^^