Thursday, December 30, 2010

going south

saat lembayung senja ragu menyapa, si angin baru asyik berputar-putar bermain bersama pasir putih di pesisir pantai itu. baru sekarang ini sejak angin muson mereda, si angin baru merasakan ketenangan dalam hidupnya, ringan tanpa beban. namun sejak semalam dalam rihatnya, si angin baru merindukan napas yang terembus dari pencipta. ya, si angin baru sungguh merindukan napas yang terembus dari pencipta, karena si angin baru menyadari napas tersebut adalah muasalnya, namun si angin baru tak mengerti mengapa dirinya jadi terpisah dari napas embusan pencipta. "ah, mungkin esok aku akan kembali bersatu dengan napas embusan pencipta", begitulah selalu yang diucapkan si angin baru untuk mencoba menguatkan diri dan kembali bersemangat.


di pergantian waktu seketika, angin kering menyerap uap air udara di sekitar si angin baru. biasanya jika hal tersebut terjadi maka cepat atau lambat akan terbentuk gurun karenanya. soalnya angin kering tersebut adalah utusan dari angin anti passat si empunya kerajaan di belahan bumi utara. angin anti passat itulah yang suka memperluas kerajaan gurunnya di muka bumi ini. si angin baru senang-senang saja mendengar kabar kedatangan angin kering, bisa jadi angin kering akan menyampaikan pesan rindu napas embusan pencipta untuk si angin baru. makanya esok harinya si angin baru menjumpai angin kering. "hai angin kering adakah pesan untuk ku yang ingin kau sampaikan?" ujar si angin baru. angin kering pun berucap, "oh, sayang seribu sayang tidak ada pesan yang dapat aku sampaikan untukmu, sabar sajalah mungkin musim berikutnya akan ada yang menitipkan pesan untukmu". pasir putih yang selalu menyertai si angin baru berputar-putar mengkrucut ke atas, menandakan si angin baru sedikit tidak puas dengan jawaban angin kering. biasanya jika si angin baru mengalami kemelut seperti itu segera saja ia melambung ke atas mencari burung langit sahabatnya. di pucuk nyiur burung langit bertengger sambil bersiul mengiringi tarian angin pantai. si angin baru segera mendekati nyiur dan menonton tarian angin pantai yang memberi kesegaran dalam kemelut si angin baru. nyiur di sekitar ikut melambai-lambai, daun-daun pun bergoyang, ombak ikutan berguling mengantarkan buihnya mencium bibir pantai, awan berarak menyulap dirinya membentuk gumpalan dan memecah dirinya dan berlari ke segala arah, tak ketinggalan layang-layang pun berlomba mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi.

burung langit sejak dari tadi menyadari kehadiran si angin baru, lalu burung langit memohon temannya untuk berganti bersiul mengiringi tarian angin pantai. si angin baru pun menyapa burung langit dengan belaian sejuknya. "hai angin baru!", sapa burung langit. si angin baru mendesir menjawab sapa burung langit. "aku iri padamu wahai burung langit, karena kau bisa bebas terbang kemanapun kau mau, tak ada sesuatu pun yang kau khawatirkan karena alam menyediakan segala yang kau butuhkan", ucap si angin baru pada burung langit. dengan senyumnya burung langit balas mengucap, "ya, itu karena pencipta turut menjagaku dan aku berterima kasih atas segala hal tersebut, namun ada satu hal yang kau juga perlu sadari, wahai angin baru. sadarilah bahwa kau pun juga mempunyai hak yang tak jauh beda dengan diriku, kau pun bisa berhembus kemana kau suka, kau bebas pergi kemana kau mau dan satu hal yang pasti, semesta raya akan bersamamu selalu, jadi tak ada suatu hal pun yang menjadi halangan bagimu, segala penjuru mata angin akan dengan senang hati menyertaimu". "... aku tahu hingga saat ini kau merindu napas embusan pencipta, jika suatu hal tak kunjung menghampirimu, ada baiknya kau saja yang menjemput hal yang rindukan tersebut, wahai angin baru".

"ya, kau benar sekali burung langit, sahabatku. kau kembali menyadarkanku tentang hal ini. jika begitu adanya, aku tak akan menunggu dan berdiam saja, aku akan mejelajah ke segala mata angin. baiklah kiranya aku akan pergi ke selatan memulai penjelajahanku mencari napas embusan pencipta. ya!"


ps. ingin menembus hampa menuju selatan ...


foto: pantai paringtritis nampak dari beranda queen of the south beach hotel. tepi jogja, 2004

Tuesday, December 14, 2010

sailing home

jejeran batang kayu tertata rapi membentuk bentangan sekitar 2,5 meter dan kibaran helai kain menjadi layar sebuah perahu yang dianggap sebagai perahu layar. pelayar ada disitu, ditemani seekor ikan kecil yang ditemukan pelayar saat tergelepar karena lemparan ombak.
sejak tadi pagi memang angin mulai mengamuk, entah mengapa, tapi sepertinya karena semalam rembulan ogah bermesraan dengannya, makanya pagi ini angin melampiaskan amuknya. jadinya pelayar yang kena imbasnya. berulang kali pelayar berusaha ajak ngobrol angin supaya menyudahi amuknya. tapi tetap saja tidak mempan, angin akan berhenti mengamuk setelah bertemu kembali dengan rembulan malam ini. maka pelayar menerima saja kenyataan, menikmati sisa amukan angin di petang hari itu.di tengah sisa amukan angin itu, pelayar menerawang. melintas bayang masa lalu dan setitik cahaya masa depan."i will sailing home, to where my ignorance belong", tekad si pelayar.

sebelumnya ...
perempuan taktahumenahu kembali bangun dengan ribuan pertanyaan di kepalanya.

"seperti apa rasanya menantikan yang ditunggu di tengah kemustahilan?"
""bila ada pohon tumbang di tengah hutan, dan tidak ada orang yang mendengarnya, apakah tumbangnya pohon menimbulkan bunyi?"
"adakah celaka yang pandang bulu?"
"kenapa penyesalan selalu datang terlambat?
"kapankah matahari terbit dari arah barat?"
"seperti apa bunyi tepukan sebelah tangan?"
"bolehkah mengharap keajaibanyang telah kadarluarsa?
"dimana alamat ketiadaan?"
"tuhan itu apa agamanya?"
"cinta?"
"pertanyaan apa yang tak punya jawaban?"
perempuan taktahumenahu mempunyai kerinduan untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan
tersebut.

kemudian ...

dalam pelukan dingin embun dan senyuman hangat surya, langkah kaki perempuan taktahumenahu sedikit dipercepat karena ingin mengejar suatu jawab. di setiap persimpangan jalan, perempuan taktahumenahu melepaskan pertanyaan kepada apa dan siapa saja yang ia temui, guna ia barter dengan sebuah jawaban. namun, sudah puluhan kilometer ia tempuh, sama sekali tak satu pun jawaban ia peroleh. saat daun-daun berguguran di kerontangnya kemarau, perempuan taktahumenahu tak lagi betah dengan daratan, ia ingin menjadi bagian dari samudra raya dan lebih mendekat pada kaki langit. maka jadilah perempuan taktahumenahu memulai petualangan barunya dengan berlayar, seraya berkata, "i will sailing home, to where my ignorance belong"

ps. pengen makan bayam yang banyak biar kayak popeye the sailorman.. toeett.. tooett.. :p


foto: perahu layangan di pantai tanjung benoa, bali, 2005

Tuesday, December 7, 2010

rindu sawah

di musim penghujan bulan juli pada suatu sawah, seekor kodok hijau kebiruan bernyanyi sendiri, mendendangkan lagu sukacita. kodok itu merasa bahagia karena penghujan datang di musim kemarau.
terik panas yang kemarin membakar ubun-ubun kini berganti kesejukan angin penghujan.

sang kodok senang tinggal di sawah belakang rumah milik seorang bapak tua bercaping, karena sawahnya tampak subur di setiap musimnya, tak peduli saat kemarau atau saat wereng sekalipun tetap saja sawah itu mampu memberikan hasil tanaman yang tidak mengecewakan. sebenarnya ada lagi yang membuat sang kodok betah tinggal di sawah pak tua bercaping. alasannya adalah karena sang kodok senang mengawasi seorang putri yang sering membantu pak tua bercaping bekerja di sawah. ya, putri itu adalah cucu dari pak tua bercaping. putri yang sejak berumur 5 tahun ditinggal pergi kedua orang tuanya. setiap pagi jika putri mulai menggarap sawah bersama pak tua bercaping, sang kodok berusaha untuk mendekati putri. telah puluhan musim berganti, namun sang kodok belum punya keberanian untuk berkenalan dengan sang putri.

hingga suatu pagi saat panen padi tiba, ketika sang putri sejenak beristirahat, sang kodok membulatkan niatnya berkenalan dengan sang putri. hanya butuh lima loncatan untuk kemudian sampai dan bersentuhan dengan kaki sang putri. sang putri sedikit terkejut dan kemudian melihat ke arah bawah. sang putri melihat di sebelah kaki kanannya ada sang kodok, langsung saja sang putri berjongkok dan memandangi sang kodok. kedua pasang mata saling beradu dan terkejap. sang putri melemparkan senyumnya pada sang kodok. sang kodok tertegun dan beberapa detik kemudian sang kodok meloncat menjauh dari sang putri. sang kodok meloncat mencari tumpukan padi untuk bersembunyi. sang putri pun tetap tersenyum mengiringi loncatan sang kodok.

jantung sang kodok berdetak cepat dibarengi senyum sang kodok yang tambah melebar. "ugh... senyata dan sedekat itu namun lidahku kelu tuk menyapa", gumam sang kodok ". sampai kapan rasa tak menentu ini usai, hm...biar segera kusudahi saja dan berhenti membodohi diriku sendiri, besok akan kembali kudekati sang putri dan berkenalan dengannya, ya."

esok pun berubah menjadi hari ini. hari saat mentari menyebarkan kehangatan bagi semesta. kehangatan mentari ikut menyentuh halus tubuh sang putri yang bersiap memanen padi yang telah menguning. tak jauh dari situ pula sang kodok dengan bulat hati bersiap menghampiri sang putri untuk berkenalan dengannya. perlahan sang kodok meloncat kecil mengatur detak jantungnya. bersamaan dengan loncatan kedua, sang kodok melihat ular setengah tua merayap dan mendesis mengarahkan dirinya pada sang putri yang masih sibuk memangkas padi menguning. sang kodok terkejut dan segera saja mempercepat loncatannya. dengan inderanya ular menyadari kehadiran sang kodok yang semakin mendekatinya. maka ular pun mempercepat rayapannya segera hendak mencatok tungkai kaki sang putri. sekuat tenaga kodok meloncat di saat yang sama ketika ular ambil ancang-ancang untuk mencatok melebarkan mulutnya . "haaappp.. aaagghh..." seketika sang putri melihat dibelakangnya, tampak jelas sang kodok meyediakan dirinya masuk kedalam mulut ular yang menganga sang putri sungguh kaget melihatnya, dengan secepat kilat langsung sang putri mengarahkan cluritnya pada badan ular, "jleebb".. clurit mendarat di perut ular. ular pun melemaskan gigitannya pada sang kodok sambil menahan rasa sakit dan memuntahkan sang kodok, dan segera melarikan diri dengan sobekan di perutnya. segera sang putri melihat sang kodok yang terkapar lemas di tanah sawah itu.

dengan setengah sadar dan tetap mengembangkan senyumnya, sang kodok memaku pandangannya pada wajah putri yang melas berseri. bingung hendak berbuat apa sang putri hanya memandangi sang kodok yang masih terkapar sambil menggerakkan bibirnya serasa mengatakan sesuatu, namun sang putri tidak mendengar suaranya dengan jelas, dan tak mengerti apa maksudnya.

"oh sang putri, diwaktuku yang singkat ini izinkan aku bekenalan denganmu ..." rintih sang kodok.

ps. aku pengen jadi petani aja deh ...

foto: sepenggal alam jogja nampak dari atas di jalan patuk, wonosari. november 2010

Sunday, December 5, 2010

kisah penyamun

lumayan untuk minggu ini, hasil rampasannya bisa menyumpal peti yang tergeletak begitu saja di bawah stalaktit sebuah gua yang dari jauh mirip lubang mata tengkorak.

diawali ketika embun pagi mulai menetes pada sebuah ranting kering. ketika keluarga burung masih terlelap, sedikit waktu lagi bagi mereka menyiapkan energi untuk kicauan berikutnya. hanya suara desah angin yang sedikit gelisah, dan gemericik aliran sungai yang tak pernah haus, serta dengungan kumbang yang tak bisa tidur; melebur dan mencipta orkestra. pepohonan pun gemulai menari melambai-lambai ke kiri dan kanan menyerap gelombang orkestra yang memancarkan keteduhan di sekitar. seketika sekelebat bayang penyamun menyeruak dari semak belukar, memecah alunan orkestra, menyumbangkan suara ngilu di hati. dengan penuh sadar, penyamun mengambil ancang-ancang; menyedot angin, membendung sungai, serta membidik kumbang,juga tak lupa menebang pepohonan, sehingga seketika keteduhan sirna. dan keteduhan pun terampas!

sejak akhir musim kemarin dimana keteduhan menjadi langka, sejak saat itu pula penyamun berniat untuk merampasnya saja sekalian, seberapa pun yang tersisa. dengan merampas begitu, penyamun merasakan sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya.perasaan asing yang menyusup dalam dada yang melancarkan hela nafas. "ha .. ha.. ha.. biar tahu rasa! biar saja sekarang kekacauan yang berkuasa di semesta sana. ha.. ha.. ha...". dengan tawa lepasnya penyamun menaruh keteduhan, hasil rampasannya itu ke dalam peti di goa tempat tinggalnya.
hingga pada suatu hari, saat mentari enggan hadir mengawali hari, saat gelap pekat masih menyelimuti goa tempat tinggal si penyamun, saat kejapan pertama mengetuk isi kepala, penyamun segera bangkit dan melebarkan senyumnya. "hmm... selanjutnya akan kuperankan suatu rampasan mulia, aku akan merampas iman, pengharapan, dan kasih!

di hari baru saat awan kembali berarak, penyamun menyebarkan pandangannya mencari iman untuk di rampas. sejauh mata memandang di tengah padang rerumputan, berdiri tegap pohon sesawi. daun hijau segarnya melambai seakan menggoda minta diperhatikan. segera saja penyamun mempercepat langkah menuju ke sana. sembari merenggangkan kakinya, penyamun berteduh di bawahnya. tak seberapa lama ia ingat akan cerita ibunya tentang seseorang yang mampu memindahkan gunung hanya dengan berbekal biji sesawi. maka akal bulusnya segera bekerja, ia keluarkan pisau lipat yang ada di kantongnya dan mulai menggelitik batang pohon sesawi hingga semua biji sesawi berjatuhan. tak dihiraukannya batang sesawi yang meronta dalam tawa kegeliannya memohon si penyamun menyudahi gelitikannya itu. terus saja penyamun dengan pisau lipatnya menggelitik, menggelitik, dan menggelitiki sampai semua biji-biji sesawi berguguran. "nah... ada baiknya segera aku kumpulkan biji-biji ini untuk menambah sumpalan di peti ku tersayang."

saat mentari berbenturan dengan rembulan, penyamun menempatkan dirinya pada sebuah pelabuhan. derai angin laut menampar-nampar wajah penyamun, hingga penyamun merasa terbuai dengan tamparan angin itu. di dermaga sana tampak sebuah kapal siap berlabuh. segera saja penyamun menuju dermaga menghampiri kapal tersebut. kapal duluan yang sampai di dermaga, disusul penyamun. biasanya kapal itu hanya menurunkan peti kemas untuk dibongkar muatannya dan disebar bagi para manusia di sekitar. penyamun pun hanya menunggu di situ. cukup lama bintang-bintang bermain mata dengan rembulan hingga rembulan hanya menyisakan sebagian wajahnya menjadi sabit. penyamun hanya menengadah ke atas melihat polah tingkah mereka. sambil teringat petuah ibunya yang mengatakan bahwa pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa. bersamaan dengan kejapan mata, terbesit sedikit keinginan penyamun untuk bergabung bermain bersama bintang dan rembulan di atas sana, tapi segera penyamun menempeleng kesadarannya dan kembali pada perburuan keduanya. merampas iman. ketika kapal berteriak mengajak seluruh penunggang kapal agar siap kembali berlayar, penyamun menajamkan kesadarannya, ia mendekati kapal dan tanpa sepengetahuan siapa-siapa, penyamun mencongkel sauh kapal itu. sebelum sauh itu mendarat di permukaan laut, penyamun segera meloncat dan menangkap sauh itu. meski badannya kurus kering, penyamun sanggup menggendong sauh yang tampak berat dan kuat itu sambil berjalan kaki menuju goa, istananya.

sesampai di istana goa itu, langsung saja penyamun menyumpal petinya dengan iman, makin bertambah sesak saja isi di dalam peti tu, namun masih ada satu rencana rampasan yang belum dilakukan. bagian dari 3 rampasan mulia itu. iman telah terampas, pengharapan pun juga dirampas. untuk selanjutnya kasih yang perlu dirampas. sambil duduk mengamati petinya yang penuh sumpalan, penyamun mengernyit, ia teringat tadi dalam perjalanannya sewaktu melewati pinggir pasar, penyamun mendengar desus orang-orang membicarakan bahwa esok di hari eksekusi ada seorang Manusia yang rela dihukum mati di kayu salib, sebagai bentuk kasihNya pada orang-orang. penyamun bingung dan bertanya dalam benaknya, "kok bisa-bisanya manusia itu rela dihukum mati. padahal ia sama sekali tidak bersalah, bagaimana mungkin ia rela menderita seperti itu demi menanggung kesalahan orang lain. kasih yang macam apa yang dimiliki manusia itu. hmm.. aku ingin merampas kasih itu, aku tak rela Dia yang tergantung di salib sana dengan berlandas kasih itu. aku yakinkan diriku bahwa aku saja yang berada di tengah pada salib itu, ya hanya dengan cara seperti itu aku mampu merampas kasihNya. sekian tahun aku menjalani hari-hariku, aku mendambakan keutuhan dan kesejatian hidup. walau waktuku terhenti dan tak ada lagi, asal aku berhasil merampas kasih, cukup bagiku."

ps. aku terancam, yang duduk di sebelah kiriNya ...

foto: lingkungan goa maria tritis, paliyan, wonosari-jawa tengah, november 2010