Monday, August 22, 2016

"Jadi... sperti ini rasanya"

13082016..
"Jadi... sperti ini rasanya"
Rasanya ... bisa sedikit meredam rasa ini, karena waktu itu sudah pernah mencoba, setidaknya sudah memberi kesempatan pada hati ini untuk menjabarkan hendaknya. 
Rasanya ... sudah dapat dipastikan bahwa angan yang terkumpul sejak 2003 hingga hari kemarin itu perlahan pendar dan musnah sama sekali.
Rasanya ... serpihan memory seakan berkumpul dalam suatu medan magnet dan atas kehendak sendiri kembali menyatu, mengulang lagi aksinya untuk hancur berantakan menjadi serpih dari suatu serpihan. 
Rasanya ... letih menguras samudra air mata dan usaha menjaring angin yang membawa pesan rindu
Rasanya ... merasuk hingga ingin menggaruk garus tulang dalam daging
Rasanya ... suatu sesak yang kambuh disela hela nafas 
Rasanya ... asa itu telah kadaluarsa dan berusaha meyadarkan hati untuk mengubur utuh dirinya.

ps. hiks..


foto: air mata buaya jepret by sari

Friday, March 11, 2016

cicak di dinding

4 tahun sudah terakhir bertolak di tempat blog ini... dipastikan karena tenggelam dalam kemalasan akut. 
zzzzzzz...

foto: cicak ungu, jepret by bu fifin

Monday, March 12, 2012

genta

panas menyentak membuat kering di tenggorokan dan perlahan kering menjalar hingga ubun-ubun... seperti inikah rasanya jahannam itu?

genta menelan ludah... meskipun sudah sepantasnya jahannam menjadi tempat peristirahatan terakhir baginya, genta mencoba untuk mengingkari suratan kehidupannya itu. genta ingat ada suatu tempat yang menjulang tinggi yang dahulu genta seringkali datangi, itu dulu… sampai saat di pertengahan sisa umurnya sekarang ini genta rindu kembali pergi ke tempat bangunan menjulang tinggi itu. dalam sisa begadangnya di malam ini, genta berniat besok sesegera mentari menyapa, genta akan memulai perjalanan menuju bangunan menjulang tinggi itu.

berbekal penasaran dan rindu terdalam, genta memulai langkahnya. perjalanan kesana terlalu jauh untuk dikatakan dekat, dan terlalu dekat jika dikatakan terlalu jauh. semoga saja lelah tak iseng mampir di tengah perjalanan. kokok ayam pun mulai terdengar seraya menyampaikan pesan semangat buat genta. malahan sendu rembulan pun masih sempat membantu genta menerangkan setapak jalan yang mesti dilalui genta. rembulan memang teman yang paling setia dan tak pernah mengeluh. “aku suka rembulan”, karena rembulan bisa menjadi teman setia yang tak pernah bosan mendengarkan isi hati ku, bathin genta. sejenak setelah genta melemparkan senyum pada rembulan, mentari sudah bersiap menggantikan rembulan. genta juga senang dengan mentari, karena mentari tanpa pamrih memancarkan sinar hangatnya dan membantu menghidupi isi semesta.

begitulah genta terus saja mengayunkan langkahnya ke timur menuju bangunan menjulang tinggi.

“hai sinilah dahulu, duduklah barang sejenak di bawah naunganku, temani aku barang sejenak saja", seru pohon nan rindang di persimpangan jalan itu. genta menoleh ke arah seruan itu, karena dirasa perlu menimbun oksigen, maka genta menerima ajakan pohon itu. Sambil melepas topinya dan mnegipas-ipas ke arah wajahnya genta menyapa sang pohon, “hai pohon apa kabarmu hari ini, sudah berapa lama akarmu menancap di tepi jalan ini?” “ah kau, genta..mari kita bicarakan soal isi hatimu, apa gerangan akan kau buat setibanya di bangunan beratap tinggi itu?” “lho darimana kamu tahu aku mau ke bangunan beratap tinggi itu?” “ya aku tahu, angin barat sahabatku yang memberitahuku, jadi bagaimana?”

“hmm... ya, sepertinya aku hanya sekadar ingin mengingkari suratan kehidupanku.. mungkin kau juga tahu bahwa akhir-akhir ini bara api panas terus mengintaiku, seperti hendak langsung menyergapku dan mengurungku disana. aku coba untuk lari dari intaian itu, meskipun mereka punya dasar dan alasan kuat untuk menangkapku, aku tetap saja ingin mengingkari suratan itu. maka dari itu aku ingin ke bangunan beratap tinggi itu, aku ingat dahulu aku pernah datangi bangunan beratap tinggi itu, disana aku merasakan kesejukan dan belaian angin yang menerpaku, adem. mungkin disana aku bisa mendapatkan perlindungan dari ancaman bara api panas itu”.

“hmm.. ya.. baik lah kalau begitu, hanya saja tetaplah jaga kesungguhan hatimu, sekali kau melangkah jangan pernah lagi menengok ke belakang”. “ya, terima kasih telah mengingatkanku.. oya, sepertinya bekal oksigen darimu ini cukup menjadi bekal untukku, sampai kita bertemu kembali”. dan begitulah,kesegaran baru melingkupi genta untuk melanjutkan langkahnya ke tempat bangunan beratap tinggi itu.

sekitar 21 meter dari langkah pertama pohon itu, ayunan langkah genta terhenti karena genta terhadang oleh sosok seperti manusia namun berkepala seperti kuda dan bertanduk satu di dahinya. sesaat keduanya terdiam, sampai pada saat genta berdeham dan mulai angkat bicara, “maaf, jangan halangi jalanku karena aku ingin segera sampai ke tempat tujuanku” sosok itu bergeming tanpa suara dan tanpa gerakan hanya sorotan matanya yang hangat dan teduh nterus membidik genta. merasa risih dengan sorotan mata itu, genta kembali berdeham kembali mengulangi kalimat pertamanya itu. masih tak ada tanggapan. rinai seketika jatuh,genta masih saja tetap berdiri di tempat, tiupan angin dingin menerpa genta. Tak sedikitpun genta menggigil kedinginan karena dia bersahabat dengan dingin sejak dia berkenalan dengan dinginnya hati 10 tahun lalu.

masih di tempat itu, setapak jalan selebar pematang sawah, genta masih berdiri begitu juga dengan sosok bersorot mata hangat dan teduh itu. mengingat waktu terus berjalan dan tak peduli dengan kendala yang dialami genta, genta memberanikan diri mendekati sosok itu, mungkin dengan begitu sosok itu bias memahami maksud genta. genta hanya ingin terus melanjutkan perjalanan, tak terpikir oleh genta sebelumnya dia akan menemui kendala ini. setiap langkah semakin mendekati genta pada sosok itu. sorotan matanya yang hangat dan teduh itu serasa menyelusup hingga ke rongga dada genta, berusaha menyelusup ke bilik hati genta. entah dorongan darimana seperti hal nya magnet, genta semakin mendekat pada sosok itu. pada jarak kurang dari satu langkah lagi tapat di hadapan sosok itu, genta menghentikan langkahnya, lalu kembali lagi genta mengucapkan kalimat yang tadi itu, “maaf, jangan halangi jalanku karena aku ingin segera sampai ke tempat tujuanku”. sosok itu tetap bergeming.

genta tak tahu lagi mesti berbuat bagaimana, dengan tekad bulat genta mundur beberapa langkah mengambil ancang-ancang untuk berlari saja, berlari lurus mengikuti garis jalan setapak itu walaupun sosok itu masih berdiri disitu.. dengan memejamkan mata genta berlari… dan .. hyungslep..ada rasa hangat nyaman merasuki tubuh genta, dan plong.. genta membuka kelopak matanya.. genta telah berada di belakang sosok itu.. sosok itu tetap bergeming, genta pun tak berani menengok ke belakang, genta hanya mencoba memahami perasaan hangat dan nyaman yang barusan tadi merasuk hingga ke mengisi rongga di hatinya. dengan menghela nafas, genta merasa segala tekanan di dada yang sebelumnya menyesakkan, kini tidak ada lagi, terasa plong dan tuntas. genta pun tersenyum lega. ingin rasanya genta balik badan dan bertanya banyak hal kepada sosok yang mampu membangkitkan senyum dalam diri genta, namun genta teringat oleh tujuan utamanya untuk segera sampai di bangunan menjulang tinggi itu.

genta pun melanjutkan ayunan langkahnya dengan berbekal kehangatan dan kenyamanan berkat sosok bersorot mata hangat dan teduh itu yang membuat semangat genta semakin mekar. kembali angin dingin tadi menghembaskan energinya dan mengantarkan secarik kertas yang perlahan jatuh di hadapan genta, dengan reflek genta segera menangkap secarik kertas itu, kertas itu sekarang ada di kepalan tangan genta, genta lalu melebarkan kertas yang sedikit lecek itu, ada tertulis, “dear genta: sampai nanti kita berjumpa lagi, pada waktunya. salam dariku yang sejenak merasuki rongga hatimu” “hah..genta terhenyak dan spontan menengadahkan wajah ke atas, dan berbisik, wahai Pencipta diakah yang akan menjadi bagian dari diriku? aaaahhhh...”

sepertinya rinai hari ini tak terlalu bersedih, nyatanya dia hanya sebentar saja menitikkan airnya. genta pun mempercepat langkahnya, ingin segera sampai di bangunan menjulang tinggi itu. sepanjang perjalanan itu genta tidak menemui siapa-siapa lagi, hanya pepohonan dan rerumputan yang menemani genta serta hembusan angin yang senantiasa memberi kesejukan. sambil mengayunkan langkahnya genta sembari menjentikkan jarinya, mengikuti ketukan degupan irama yang berdebar di jantung genta. suatu degupan yang memberi semangat dan sekaligus mengenyahkan lelah. beberapa saat genta menjentikkan jarinya..trek..snap..snap.klutuk..tukk..trek..trek snap..snap..trek. irama degup semakin cepat..genta pun sembari mempercepat ayunan langkahnya.. semakin cepat lagi irama degup memacu, langkah kaki genta pun berada dalam posisi berlari.. tambah dan makin cepat dan memacu dan cepat lagi.. genta berlari dan berlari mengiringi irama degupan jantungnya.. lari .. lari .. berlari.. lurus dan membelok, ke kanan lurus dan ke kanan lagi.. mengikuti setapak jalan dan pada suatu persimpangan genta terus berlari ke arah timur.. semakin berlari genta merasa semakin mendekati bangunan menjulang tinggi itu.. sampai pada suatu lahan lapang dan dihadapan genta hanya tebing tinggi, tak ada jalan lain. buntu.

genta berhenti sambil mengatur sengal nafasnya. yang terpikir oleh genta hanyalah ingin terus melangkah saja, maka genta pun mulai memanjat tebing itu.. tak sedikitpun genta kesulitan memanjat tebing itu, karena sejak dulu genta terbiasa memanjat pohon jambu di depan rumahnya. “hehehehe...” senyum genta melebar dan tambah semangat lagi memanjat tebing itu.. tak butuh waktu terlalu lama memanjat tebing itu karena genta merasakan tubuhnya ringan dan kuat. genta pun berhasil melampaui tebing itu.. genta berdiri, menegakkan dan menggoyang-goyangkan kedua kakinya melenturkan otot-otot. dan ... sejauh mata memandang genta melihat itu.. tampak suatu bangunan beratap tinggi, tampak kokoh tegak berdiri. tak mau membuang waktu lagi genta pun berlari kecil menuruni bukit dan langsung mengejar posisi bangunan beratap tinggi itu. tak butuh peluh mengalir di dahi genta, seraya bangunan menjulang itu pun tergerak..

hingga genta berhadap-hadapan dengan bangunan menjulang tinggi itu. genta sejenak terdiam, mendongakkan kepalanya. kemudian gerbang dihalaman bangunan menjulang itu yang sedari tadi tertutup kini perlahan terbuka seakan mempersilakan genta, tanpa pikir panjang genta pun masuk ke pekarangan bangunan menjulang tinggi itu, dan disebelah kanan genta ada sebuah tangga yang tingginya sekitar 78 meter. genta menarik nafas panjang dan menghembuskannya.. bersiap menaiki tangga itu.. langkah demi langkah genta menikmati gerakannya.. seraya terbayang semua hal yang pernah genta lalui dalam hidupnya.. kekecewaan, kepahitan, pun segala salah dan dosa yang pernah genta lakukan, genta mengakui segala kebodohan dan kelemahannya, namun entah dorongan darimana genta mendapat kekuatan untuk terus melangkah naik melewati setiap anak tangga itu. seketika hembusan angin menampar wajah genta, genta pun tersenyum merasakan kebahagiaan. sampai juga di puncak bangunan menjulang tinggi itu, genta melihat ke bawah, tergambar semua jejak langkah perjalanan genta.. aaahhhhhh.... belum pernah genta merasakan perasaan seperti ini sebelumnya.. surya pun perlahan menggelinding dan kembali rembulan menampakkan senyumnya seraya membalas senyuman genta. “cukup bagiku”, gumam genta.

*genta tinggal menggelantung diatap bangunan menjulang tinggi itu saja untuk kemudian bersuara lantang di hari peristirahatan, selama yang ia bisa*

ps. bergelantungan sambil nunggu pada waktunya itu :D

foto: menara di gereja st. maria de fatima, jakarta (januari 2012)

Sunday, February 26, 2012

shocking surprise ... surptaz!

bukannya saat ini dia tidak suka akan sebuah kejutan... malahan telah sekian lama dia setia menantikan kejutan yang dia rindu-rindukan yang nyatanya hingga detik ini belum tergenapi. namun jika saat ini dia tanpa permisi
meninggalkan kejutan yang baru saja lewat itu, maka jangan salahkan dia; karena ...

pada awalnya dia hanya mencoba menyemangati diri dengan segala kemungkinan kejutan yang seketika menyapanya di hari itu, hari dimana dia tak sempat
menyusun mimpi-mimpinya. panas siang hari itu memang cocok untuk mengobarkan semangat menapaki hari di pergantian tahun, meskipun masih entah kemana kaki ini akan menapak, namun setidaknya baiklah adanya disadari dahulu di awal. memang benar adanya jika sesuatu yag sebelumnya sama sekali tidak terlintas dalam pikiran apalagi sama sekali tidak terbayangkan, maka hal tersebut bolehlah dikatakan sebagai suatu kejutan. kejutan pada suatu rasa yang timbul, rasa yang entah darimana asal muasalnya, begitu saja menggedor-gedor minta dipersilakan. untuk diketahui bahwa sebenarnya pintu itu memang sudah sekian lama menutup dan sepertinya justru terlihat lebih
baik jika pintu itu tertutup, karena didalamnya bisa lebih aman. namun siapa sangka rasa itu terus menggedor-gedor berkelanjutan. entah ada kuasa dari mana, dia hitungan gedoran ke-7, rasa mampu masuk ke dalam, dan sejak saat itu rasa terus menggelitik dan mengecohkan isi kepala. nurani yang semestinya berjaga-jaga sepertinya mengaku kalah oleh desakan rasa yang kian menjadi-jadi.

"my fragile heart's been done so wrong ..."

ps. wrwrrwffwff hb! *miss taz ...


*foto: my sikil difotoin ama deasy :D (22.01.2012)

Sunday, February 19, 2012

bangku #3

02.01.2012
spertinya bukan salah bis jika suatu ketika 2 manusia dipertemukan di bangku nomer 3. entah petunjuk darimana dan menurut aturan siapa maka dengan begitu saja....
dan saat ini bait pun tercipta


lamanya penantian membuat pikiran menggelandang
saat jumpa membuat hati melayang
saat bicara membuat raga mabuk kepayang
saat berpisah membuat jiwa terkenang...

ps. sampai nanti kita jumpa di bis berikutnya, kawan..


foto: di bis waktu mau mudik, 2011

Thursday, July 28, 2011

the death fragment

kemana saja 'dia' selama ini, telah kucari ke segala penjuru namun tak kunjung jumpa ...

hangatnya pagi bercampur sengatan surya di padang gurun itu kian berombak panas, mencipta fatamorgana kesegaran air yang siap di teguk, aku masih saja mencari 'dia', menapak kemana saja kaki ingin melangkah. panas sudah terasa di telapak ini, ubun-ubun beserta isi-isinya pun serasa gosong. selangkah lagi mungkin aku bisa menemukan
'dia' ... selangkah lagi... ya selangkah lagi...

sampai ketika ku layangkan pandangan, sejauh mata memandang ku lihat seorang penunggang onta bersorban hitam yang sepertinya akan ke kota menjual dagangannya,setelah agak dekat jarakku dengannya segera ku bertanya, "aku mencari 'dia', tahukah kamu keberadaan 'dia'?" penunggang bersorban pun menjawab" 'dia' tidak ada tapi pernah ada; dan tidak akan kembali";
kuterima saja jawaban tersebut sambil terus kembali melangkah. tak disangka, aku bertemu dengan seorang perempuan sedang menari bersama pasir yang terhembus angin, segera saja ku bergabung mengikuti irama tarian sambil bertanya pada perempuan itu apa yang ia tahu soal 'dia' yang selama ini aku cari. sebenarnya perempuan itu memang ingin juga bertemu dengan 'dia', namun perempuan itu bertekad harus menyelesaikan semua tugas-tugas yang dipercayakan terlebih dahulu, barulah perempuan itu siap bertemu 'dia'. baiklah jika itu sesuai dengan maunya;
namun ada hal yang membuat ku heran, di padang gurun sepanas itu tampak di sebelah timur, awan menggelantung memberikan keteduhan bagi seorang gadis dibawahnya. karena penasaran kuhampiri saja gadis itu dan kusapa,"hai kamu, apa yang kau lakukan di tempat ini?" lalu jawabnya, "aku sedang menunggu dan akan tetap menunggu sampai terisi kekosongan hati ini. jika tak segera bertemu pun biar kupasrahkan saja pasir yang kutapak ini menghisapku hidup-hidup biar aku kan kembali menyatu dengan 'dia' juga. "wow, kamu berani sekali," timpalku. setelah aku mengetahui pernyataan gadis itu, seketika gumpalan awan lainnya meneduhi perjalananku;
di tengah perjalanan aku temui lagi seorang perempuan memakai jubah serba putih. seakan mengetahui apa yang ada dibenakku, segera perempuan berjubah mengarahkan pandang padaku dan berkata, "'dia' yang kau cari selama ini akan membawamu pada suatu gerbang keabadian dan juga jika kau mau pun, dia akan membawamu pada bara api kekekalan. semua tergantung padamu". "ahh..." pikirku. sempat pernyataan itu terngiang untuk beberapa saat pernyataan tersebut, namun ada hal lain yang merebut perhatianku;
seorang pria paruh baya sedang terduduk di hamparan pasir bermain melingkar-lingkarkan goresan jari tangannya di pasir, membentuk suatu gambar yang tidak jelas, sambil bergumam yang sayup terdengar, "orang kl hidup nya susah (orang kurang bersyukur ni ) termasuk gw kayanya...kematian itu deket...kematian itu di pikirin... kematian itu di rancang, cm ga semua orang punya nyali/keberanian ketemu kematian biasa nya omdo... krn emosi,frustasi...( masih level ringan) kl d berat...bunuh diri" tanpa terasa ku mengernyitkan kening mencoba mencerna arti gumaman orang itu. "ah biar saja kutinggalkan saja pria ini, biar dia melanjutkan igauannyatersebut;
sepertinya matahari semakin condong ke barat dan tampak seorang lelaki diujung surya mencipta siluet. tanpa ragu langsung kudekati lelaki tersebut, seakan lelaki itu sudah mengerti apa yang ingin aku tanyakan, maka jawabannya," 'dia' yang kamu cari justru akan mengantarmu masuk pintu gerbang ke keabadian bersama Sang Pencipta.

mak jleg ... kurasa 'dia' tak perlu lagi kucari-cari. sesungguhnya 'dia' justru yang selalu membuntutiku, namun dengan sendirinya saat diri menjelma manusia baru dan saat bibir ini membentuk garis lengkungan senyum, kan tiba saatnya aku berhadapan dengan 'dia' :)

ps. tx to deasy, ira, ita, nansi, widi, andri, & sopak atas inspirasinya:)


foto: the shadow of deasy and me @tembok galeri nasional, jakarta 2010

Monday, June 20, 2011

motoduiten

alkisah ... di keramaian pasar desa motoduiten, ratusan receh dengan riang menikmati perpindahan dari tangan ke tangan. gemerincing saling beradu ketika terbalas dengan seprapattiga ikat sawi hijau. gopean saling berloncatan pindah ke satu tangan ke tangan lainnya, secengan pun pindah kendali dari tukang parkir ke pengendara roda dua. cepean, gocapan dan jigoan tak mau kalah, mereka bersatu membentuk nilai yang setara dengan gopekan atau pun secengan. makin berat receh yang terkumpul, makin berat pula lah kocek si empunya. belum lagi soal tumpukan nominal kertas yang dengan pamornya terkibas dalam genggaman tangan. warna hijau, ungu, apalagi merah, walaupun lecek kucel kumel tetap saja digandrungi.

begitulah recehan dan lembaran selalu digandrungi kebanyakan orang, semua berlomba memiliki sebanyak-banyaknya hingga banting tulang & meras keringat sampai lupa waktu, dan tak dapat dipungkiri ada dari orang-orang itu yang juga menghalalkan segala macam cara. “berani brapa..? saya jamin keperluan anda akan cepat saya selesaikan, sehari jadi, tinggal tunggu duduk diam manis saja, asalkan rupiah mengalir ke rekening saya!” tak hanya itu, lihat saja itu si tikus berambut hitam menggerogoti pundi-pundi uang yang bukan menjadi hak nya.

dalam benak orang-orang, recehan & lembaran akan mendatangkan kebahagiaan, namun di sisi lain tak sedikit kasus yang justru menjadi bumerang bagi mereka,bukan bahagia yang didapat, justru petaka yang datang. ada pula hal bodoh yg sadar tak sadar dilakukan orang-orang, mereka mengorbankan kebahagiaan hati demi uang. bekerja saat matahari baru terbit dan pulang saat surya tenggelam, melupakan teriakan hati yang lelah diperhamba uang. memang tak heran jika recehan & lembaran terkenal membawa keuntungkan sekaligus merugikan, yang mampu membuai lidah sekaligus meledakkan perut, byaaaarrr, ceprottt..!

panas ditangan busuk dihati membuat sandungan di kaki. makan tuh uang!!

ps. hueekkk... aku keracunan ...

foto: bongkar celengan setelah setahunan..