Thursday, September 30, 2010

the lone ranger

semrawut carut marut mawut awan hitam bergelayut.
terpujilah raja cacing atas segala cacing atas runcing badai yang kan segera menghunjam

tak kuindahkan roda dua di parkiran yang meraung minta ditunggangi ... semprul!
lagi asik menikmati hantaman segerombolan air yang mendarat di kepala, seketika cipratan becekan menerjang menodai wajahku ... samber geledek!

di pagi hari awal sendunya september ceria, sepenggal lakon bersaksi begini

... kelana terkesiap dari bongkahan batu di tepi sungai tempat peraduannya, mimpi semalam terpenggal begitu saja namun kelana berangan sisa mimpinya akan dilanjutkan saja di sela jelajahnya hari ini. aliran tenang sungai yang panjang berselimuti kabut tipis menghampar memberi kesejukan, lalu
kelana menggerakkan langkahnya untuk segera mencelupkan wajah di aliran gemericik sungai itu. dingin. segar.

setelah itu, kelana menghampiri api unggun semalam yang menyisakan gumpalan asap tipis yang terus membumbung melesat menghampiri gemawan yang pasang aksi dihamparan luas biru lazuardi. kemudian ditimbunnya bara unggun dengan pasir agar tak lagi membara. kelana menoleh ke belakang, tak ada siapa-siapa, sepi senyap dan di pagi ini tampaknya para burung pun diam membisu. waktu membeku.

aku : "bagaimana?"
Dia: "baiknya kita lanjut saja"
aku:"ya, aku pikir juga seperti itu, hmmm.. sudah?"
Dia: "asal kau tahu saja, tanah liat tak seketika menjadi bejana."
aku: "lalu kapan?"
Dia: "sedang dan masih ..."
aku: "o ...? tapi..."
Dia: "hmmm... buang tanyamu dan segera kita lanjut melangkah"

teriknya matahari melancarkan lelehan waktu. kelana tiba di tengah keramaian pasar. berbagai aroma menusuk hidungnya, ... aaakkhhhh ... lalu lalang manusia bergerak mengikuti irama hati mereka masing-masing. besar kecil, bagus indah, murah mahal, luas sempit, dan ratusan pilihan lainnya siap dijajakan di pasar itu. kelana melemparkan pandangannya ke segala penjuru pasar sambil berjalan perlahan menyusuri pasar. dirasa tak ada yang dicari maka kelana membelok ke kiri diiringi siulan kecil bersama enteng langkahnya. saat tiba di ujung jalan, kelana berhenti. sekitar satu meter di hadapannya kelana melihat sesuatu yang berkilauan tergeletak begitu saja di antara kerikil di sepanjang jalan itu. untuk beberapa saat kelana terdiam sambil memandangi kilauan itu. sesuatu dalam hatinya bergejolak mendorongnya ingin menghampiri kilauan itu. maka segera saja kelana bersiap mengambil kilauan itu, namun seketika sesuatu dari atas menukik ke bawah dan menyambar kilauan itu dengan paruhnya,lalu langsung melesat ke atas dengan kepakan sayapnya yang meninggalkan hembusan angin yang menampar wajah kelana. badai menyusul ...

Dia: "mari kita bicara"
aku: "tidak, kemarin dulu kan sudah"
Dia: "segala sesuatu baru setiap hari"
aku: "yang lama saja masih bersisa, ku rasa yang baru pun tak berkenan denganku"
Dia: "kau tak kan pernah tau bagaimana rasa manis jika kau tak terlebih dahulu merasakan pahit"
aku: "buat apa...? lihat, senja merayap berganti gelap"
Dia: "saat gelap pun bintang setia memancarkan cahyanya"
aku: "tak usah repot, biar saja pekat menyelimutiku"
Dia: "kau lihat, batu karang di pantai pun terkikis oleh air"
aku: "aakkhh ... aku bukan batu karang dan aku anti air"
Dia: "segala sesuatu ada waktunya!"
aku: "aku hanyalah kehampaan yang tak mengenal waktu"
Dia: "dasar.. cah gemblung!"

ps. hehehe ... semoga Dia tak bosan denganku ...

Foto: (seperti biasa, jalan-jalan sendirian aja di) sekitar Taman Sari, Jogja.

No comments: