saat cacing tanah coklat memerah bekelejatan dalam himpitan paruhku -
nyam.. nyam.. tak perlu ku berpayah menguras keringat dan membanting tulang
atas nama segala puji - kupanjatkan syukur pada Gusti Pangeran yang berbaik
memedulikan segala yang kubutuhkan
perbukitan nan hijau sejuk dan cakrawala menjadi bagian dari diriku -
hinggap dari satu dahan ke dahan lain lelah tak terasa hanya senandung kicau menghiasi
tak ada yang kurang - tak ada yang lebih
ps. aku pengen makan kroto foto: berhasil kujepret 'teman'ku di Bali Bird Park.
dia nge-Punk bgt ya, liatin aja tuh rambutnya, hehe :D
suatu ketika di kolong langit pukul 2 dini hari, dengan anggun kepulan asap hitam menari-nari mendekati diriku dan begitu saja tanpa membawa aroma apapun terus meliak-liuk dihadapanku. maka kunikmati saja dia terus menari. hawa dingin ikut menyegarkan suasana seakan mereka sudah janjian menghibur diriku yang terduduk di gelap malam itu. entah apa yang membawaku hingga aku ada di tempat itu, tempat di kolong langit beralaskan rerumputan diselimuti remang malam. semilir angin timur memandu tarian kepulan asap hitam itu,tarian yang membuat bulu kudukku berdiri namun manis terlihat. kukunci saja sasaran pandanganku dan mengikuti kepulan asap itu melesat kesana dan kemari. seketika ku berdiri dan kurasakan sentuhan kepulan asap hitam menyentuh lembut jemariku seakan mengajak aku berdansa bersamanya. semakin bersemangat angin timur memandu, dan semakin cepat ritme kami berdansa. dalam pelukan kepulan asap hitam semakin kutenggelam masuk ke dalam pesonanya. kunikmati suasana yang ada dan kutarik nafas panjang menjaring sebanyak mungkin oksigen. tanpa kuduga berbarengan dengan tarikan nafasku, kepulan asap hitam yang berdansa bersamaku itu ikut masuk menyusup rongga hidungku dan entah apa rencana kepulan asap hitam itu. uhukk.. hukk.. huk.. tersedak ku dibuatnya. dengan pandangan kosong.. akkhhh... biar saja, toh cuma asap yang sebentar saja ada lalu akan hilang dalam sekejap dengan sendirinya. waktu berlalu dan setiap pergantian hari kusediakan waktu duduk di kolong langit pukul 2 dini hari, tetap menanti saat-saat kepulan asap hitam datang kembali mengajakku berdansa bersamanya. hingga kehangatan mentari yang menyusup melewati jendela kamarku datang menampar wajahku dan memenggal mimpiku. suatu hari baru datang menyuguhi semangat dan harapan. hari baru yang kembali menajamkan tekadku untuk menikam dan mengakhiri 'rasa' yang bertahun-tahun mengendap dalam hatiku. 10 musim lalu yang telah kulewati hingga di musim kini aku berada, rasa itu terus saja melekat dalam hatiku. rasa yang sesungguhnya menyemangati hari. rasa yang membangkitkan gairah dan membuat ringan mengangkat beban hidup seberat apapun itu. rasa yang membawaku melayang hingga langit ke tujuh. rasa yang membuatku rela menyerahkan segala-galanya baik jiwa maupun raga. tapi aarrgghhh... dasar kutu kupret! rasa itu mengelabuiku dan perlahan rasa itu mencoba membunuhku. ada bagian dari jiwaku yang tak terima ancaman itu. kalau memang rasa itu mau membunuhku baiklah terjadi pertempuran dahulu, biarlah sama-sama disaksikan siapa yang unggul. rasa itu yang membunuhku atau aku yang membunuh rasa itu. tak jarang rasa itu memborbardir serangannya, setiap hari, setiap waktu, setiap detik, di setiap hela nafasku itu terus saja rasa itu menyerang, aku pun mencoba semampuku membunuhnya. dan kini seluruh duniapun mengenalku sebagai seorang pembunuh yang belum pernah membunuh tapi tetap saja pembunuh yang akan membunuh. berulang-ulang kali aku melakukan serangan balasan, bak seorang prajurit yang merelakan dirinya berada di garis depan yang siap menikam semua lawan, namun masih saja aku gagal membunuhnya. hingga di suatu senja saat kuprkatikkan strategi baru, kubiarkan saja rasa itu tak henti-hentinya melancarkan agresi hingga berbulan-bulan lamanya, kuabaikan saja serangannya dan tak kuladeni. dan berhasil... rasa itu seketika lengah dan membeku, maka tanpa pikir panjang kutikam saja, kurobek-robek, kubanting dan kucincang lalu kubungkus dalam karung goni, kubawa terbang menembus lapisan langit dan menerobos cakrawala kemudian kulempar ke api abadi hingga dia berubah menjadi asap hitam yang mengepul di udara. namun tanpa kuduga di hari setelah esok ketika aku santai bercengkrama dengan hembusan angin, rasa itu datang kembali memamerkan perilakunya dan menantangku. uggghhhhh.... samber geledek! sungguh menyebalkan hingga gemas aku dibuatnya dan ingin sekali mengkrikiti rel kereta sepanjang jakarta-jogja. oh, setan alas, aku mohon izinkan aku membunuhnya. please. seketika angin timur yang sudah sekian lama bersahabat denganku mengantarkan ke hadapanku secarik kertas buram dan mendarat di depan kakiku, kubaca pesan yang tertulis disitu, "sampai kapanpun kau tak akan mampu membunuhnya, karena rasa itu abadi dan akan tetap menempati ruang hatimu yang dalam". o .. m .. y .. g .. o .. d..!note: merdeka atoe mati? aakkhh .. andai saja kau mengerti, dengan segenap hati kurelakan diriku menjadi budak cintamu dan kuserahkan nyawaku seutuhnya dan mati demi menyenangkan hatimu. (aku mungkin aku memang terlahir sebagai orang yang kalah, dan kuterima kekalahanku).foto: monumen 1 maret, jogja, jawa tengah. (enaknya sore-sore jalan-jalan menyusuri malioboro hingga perempatan kantor pos pusat)